Sunday, July 12, 2009 

Korupsi, Sepakbola dan Suporter Indonesia


Catatan 9 Tahun Deklarasi Hari Suporter Nasional



Oleh : Bambang Haryanto
Email : humorliner (at) yahoo.com

Impian tak menginspirasi. Pilpres 2009 baru saja usai. Di antara ketiga pasangan capres-cawapres, menurut Anda siapa yang dalam kampanyenya menunjukkan perhatian tentang sepakbola Indonesia ?

Jusuf Kalla. Entah karena merasa sedaerah dengan ketua umum PSSI yang penuh masalah, Nurdin Halid, juga sama-sama pentolan Partai Golkar, nampak dalam iklannya sampai menyebut-nyebut impian Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggaraan Piala Dunia. Tahun yang dibidik adalah 2018 dan 2022.

“Kalau Afrika Selatan mampu, maka Indonesia pun mampu,” begitu salah satu isi naskah kampanye itu. Tetapi Jusuf Kalla kalah telak di Pilpres itu. Kampanyenya yang membawa-bawa isu sepakbola ternyata mandul, tidak mampu sebagai api inspirasi yang menggerakkan warga negeri pecandu bola ini untuk menyetujui visinya, dengan memilihnya.

Strategi kampanye JK, mungkin saja keliru sejak awal. Fatal. Karena tidak berdasarkan realitas, betapa terlalu lama sepakbola kita tidak mampu menjadi aset kebanggaan di dada warga Indonesia dalam kiprahnya di kancah dunia. Sepakbola kita semata puas berputar-putar di kubangan lumpur primodialisme, bersolek dibalik balutan rasa kedaerahan yang sempit, yang bahkan saking fanatiknya sehingga mampu menjadi ancaman yang menggerus sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Lihatlah, apa yang terjadi di Palembang, 27 Juni 2009. Dalam final Copa Indonesia 2008/2009, tim Persipura melakukan walk out dari gelanggang. Pasalnya, karena wasit Purwanto tidak memberi mereka hadiah penalti setelah pemain pelakang tim Sriwijaya melakukan pelanggaran handball di kotak penalti.

Kubu Persipura memutuskan mogok, seperti ditulis Redaktur Olenas Tabloid BOLA, Broto Happy W. (7/7/2009 : 3), utamanya karena final ini memang “salah sejak awal.” Biang keroknya : lokasi pertandingan final yang bukan di tempat yang netral.

Wajar saja, menurutnya, bila pada benak para punggawa tim Mutiara Hitam sudah merebak asumsi bahwa hasil final ini sudah diatur sejak awal. Tentu saja, untuk keuntungan tuan rumah, kubu Sriwijaya.

Déjà vu !

Lagu lama itu terdengar lagi. Rekaman tentang dugaan pengaturan hasil pertandingan itu mengiang lagi. Persis dalam artikel yang lalu saya telah mengutip isi majalah AsiaWeek edisi 5 Juni 1998 tentang merebaknya korupsi yang menjegal sepakbola Asia Tenggara untuk meraih prestasi kelas dunia. Judul laporannya : Out of This World. (foto). Juga saya sajikan foto halaman laporan utamanya mengenai sepakbola Asia Tenggara yang kala itu gagal menempatkan wakilnya untuk ikut Piala Dunia 1998 di Perancis.

Photobucket

Kini, dari halaman yang sama, saya sajikan foto dari teksnya terkait sepakbola Indonesia. Kita camkan baik-baik, demi masa depan sepakbola Indonesia. Betapa sudah sejak sebelas tahun yang lalu di media massa internasional mencuat sinyalemen kelabu yang menyatakan bakat-bakat sepakbola Indonesia menjadi muspra, sia-sia, karena pertandingan sepakbola di negeri kita itu, are often fixed, seringkali sudah diatur hasil akhirnya.

Itukah pula yang sebenarnya terjadi pula pada pertandingan final Sriwijaya vs Persipura ? Pembaca BOLA, Rony Z. Samloy (Ambon) menulis surat pembaca pada edisi yang sama dengan nada marah dan geram :

“Bagi saya, inilah momentum terburuk dalam sejarah sepakbola Indonesia hingga tujuh dekade terakhir. Memang lucu, final sebuah kejuaraan bergengsi dipentaskan di markas salah satu finalis. Mungkin itu hanya terjadi di manajemen persepakbolaan tradisional sekelas kejuaraan antarkampung (tarkam)…Inilah wajah persepakbolaan Indonesia, yang penuh intrik dan kemunafikan.”


Arena cuci uang> Kemunafikan senantiasa membunuh sportivitas, rohnya olahraga. Tetapi ancaman bagi keruntuhan sepakbola Indonesia dikuatirkan semakin dekat bila terkait dengan fenomena global yang kini diam-diam sedang terjadi.

Baru-baru saja ini lembaga Financial Action Task Force (FATF), organisasi antarpemerintah yang dibentuk OECD guna memerangi tindak kriminal penyucian uang dan pembiayaan bagi aksi-aksi terorisme, menyatakan tegas : penyucian uang melalui sektor sepakbola ternyata jauh lebih serius dan lebih kompleks daripada yang diduga sebelumnya.

”Soccer declared globally corrupt,” demikian bunyi tajuk situs koran Australia, The Herald Sun (2/7/2009), mengutip isi laporan kantor berita AFP itu. Milyaran dollar sektor bisnis sepakbola global, menurut laporan lembaga yang bermarkas di Paris itu, telah menjadi sarana untuk penyucian uang dan pelbagai bentuk korupsi yang menuntut tanggapan segera secara internasional.


Salah satu kasus disebut dalam laporan itu adalah keberhasilan penegak hukum yang menggagalkan usaha percobaan penyucian uang melalui aksi pembelian klub Liga Italia terkenal yang uangnya digelontorkan oleh kelompok kriminal yang beroperasi di kawasan Italia Tengah.

Belum lagi bahwa bisnis sepakbola juga membuka peluang bagi kegiatan kriminal lainnya seperti penyelundupan manusia dan perdagangan narkoba. Khusus kasus kriminal penyelundupan manusia, telah disebutkan bahwa seluk-beluk perekrutan pemain-pemain sepakbola asal Afrika dan Amerika Latin “tidak jelas.” Konsiderasi ini kiranya patut kita ketahui, karena pemain-pemain yang lalu lalang di lapangan hijau kita selama ini tidak sedikit yang datang dari kedua kawasan itu.

Kemudian, sepakbola disebut pula oleh FATF menjadi ajang ideal perdagangan narkoba. Ini bukan lagu baru bagi kita, bukan ? Anda masih ingat kasus Eri Irianto ? Kurniawan Dwi Yulianto ? Juga pemain asal Sleman yang tertangkap ketika berpesta narkoba ?

Kondusif bagi kriminal. Salah satu isi butir laporan FATF itu mengejutkan. Merujuk 30 kasus penyucian uang dalam sepakbola, laporan itu tegas-tegas menyimpulkan bahwa struktur organisasi, pembiayaan dan budaya dalam sepakbola semuanya kondusif bagi terjadinya tindak kriminal menyangkut keuangan.

Sembari merujuk skala uang yang beredar sangat luar biasa dalam bisnis sepakbola, dengan 38 juta pemain terdaftar, 5 juta wasit dan ofisial, tetapi banyak klub dikelola secara amatiran dan mudah sekali diambil alih oleh investor yang tidak jelas kredibilitasnya. Laporan itu bahkan menyebut beberapa klub yang mengalami defisit keuangan dan kemudian ditalangi oleh sosok-sosok yang diduga sebagai gembong tindak kriminal.

Apakah gembong kriminal kini juga menguasai panggung sepakbola kita ? Ataukah mereka-mereka itu yang berbaju politisi, penguasa dan pengusaha, tetapi tingkah lakunya sebenarnya tidak ubahnya para pelaku yang aksinya disebut dalam laporan badan Financial Action Task Force (FATF) di atas ?

Photobucket

Bila benar, lalu kira-kira apa peranserta para suporter dalam menyelamatkan sepakbola kita? Suporter Indonesia sebenarnya mampu melakukan sesuatu yang berguna bagi sepakbola Indonesia, hanya apabila mereka bersedia mengasah diri mereka sendiri.

Tetapi ini bukan proses yang instan. Mengubah pola pikir sampai perilaku, semisal mengeliminasi tindakan irasional yang membahayakan diri mereka sendiri seperti naik di atas bis kota atau kereta api, memerlukan proses pendewasaan diri yang tidak bisa seketika. Suporter sepakbola kita bermental sebagai mob, gerombolan, dan dalam gerombolan itu tidak ada otaknya.

Dalam gerombolan yang berlaku adalah kompromi. Dan kompromi menyangkut hal-hal yang dangkal dan jangan berharap dari sana muncul perubahan. Masa depan sepakbola Indonesia bertumpu kepada satu-dua, sedikit dari suporter yang mau berpikir, berlaku sebagai evangelis, yang tak henti menawarkan gagasan demi gagasan untuk memicu tuas kecil perubahan.


Suporter juga blogger. Tuas kecil perubahan itu pernah ikut saya berikan. Pada tanggal 12 Juli 2000, di tengah perwakilan rekan-rekan suporter Aremania, Jakmania, Pasoepati Jakarta, Pasoepati Solo dan Viking Jabodetabek, saya menawarkan tonggak awal perubahan itu. Laporannya dimuat di Tabloid BOLA, 14 Juli 2000 (foto di atas).

Di ruang kantor redaksi Tabloid BOLA, di Palmerah, saya mengajak agar tanggal itu kita daulat sebagai Hari Suporter Nasional. Bersepakat sebagai suporter sepakbola Indonesia. Mereka secara aklamasi menyetujuinya. Museum Rekor Indonesia (MURI) juga mencatatnya.

Hari ini adalah sembilan tahun deklarasi Hari Suporter Nasional itu. Saya merayakannya dengan menulis tulisan ini. Untuk blog saya. Untuk berbagi. Sembari saya bermimpi, alangkah hebatnya bila semakin banyak suporter sepakbola kita yang mau menjadi seorang blogger. Kita semua bisa menulis apa saja, tentang sepakbola Indonesia. Termasuk mengritisi pengelolaan sepakbola kotanya, syukur-syukur pula sampai mau berpikir berlingkup nasional, juga mendunia.

Seorang jenius dalam bidang perangkat lunak open source, Linus Torvald, telah dikutip oleh Eric Steven Raymond dalam makalahnya yang terkenal, The Cathedral and the Bazaar (1999), tentang tesis sentralnya yang berbunyi : "given enough eyeballs, all bugs are shallow." Oleh Raymond proposisi ini disebutnya sebagai Hukum Linus.

Maknanya adalah, bahwa semakin luas tersebarnya sumber-sumber kode (perangkat lunak) untuk diakses, dipelototi, dikaji dan dilakukan percobaan oleh masyarakat, maka semakin cepat pula semua bugs, cacat cela, dari perangkat lunak itu mudah ditemukan untuk dibereskan.

Pesan Hukum Linus itu bagi kita, sesama suporter sepakbola adalah : semakin banyak suporter sepakbola kita menjadi blogger, semakin banyak mereka mampu menulis tentang segala seluk beluk pengelolaan sepakbola Indonesia, maka semakin mudah dikuak pula adanya beragam tindak kriminal yang selama ini diam-diam menjadi kanker yang menggerogotinya.

Rekan-rekan suporter, jadilah kalian sebagai blogger. Gunakan otak Anda, karunia demokratis dari Yang Maha Esa. Kemudian jadilah kita sebagai bagian dari solusi bagi masa depan sepakbola Indonesia.


Wonogiri, Minggu, 12 Juli 2009
HUT Ke-9 Hari Suporter Nasional

si

Labels: , , , , , , , ,

"All that I know most surely about morality and obligations I owe to football"



(Albert Camus, 1913-1960)

Salam Kenal Dari Saya


Image hosted by Photobucket.com

Bambang Haryanto



("A lone wolf who loves to blog, to dream and to joke about his imperfect life")

Genre Baru Humor Indonesia

Komedikus Erektus : Dagelan Republik Semangkin Kacau Balau, Buku humor politik karya Bambang Haryanto, terbit 2012. Judul buku : Komedikus Erektus : Dagelan Republik Semangkin Kacau Balau! Pengarang : Bambang Haryanto. Format : 13 x 20,5 cm. ISBN : 978-602-97648-6-4. Jumlah halaman : 219. Harga : Rp 39.000,- Soft cover. Terbit : Februari 2012. Kategori : Humor Politik.

Judul buku : Komedikus Erektus : Dagelan Republik Kacau Balau ! Format: 13 x 20,5 cm. ISBN : 978-602-96413-7-0. Halaman: xxxii + 205. Harga : Rp 39.000,- Soft cover. Terbit : 24 November 2010. Kategori : Humor Politik.

Komentar Dari Pasar

  • “HAHAHA…bukumu apik tenan, mas. Oia, bukumu tak beli 8 buat gift pembicara dan doorprize :-D.” (Widiaji Indonesia, Yogyakarta, 3 Desember 2010 : 21.13.48).
  • “Mas, buku Komedikus Erektus mas Bambang ternyata dijual di TB Gramedia Bogor dgn Rp. 39.000. Saya tahu sekarang saat ngantar Gladys beli buku di Bogor. Salam. Happy. “ (Broto Happy W, Bogor : Kamis, 23/12/2010 : 16.59.35).
  • "Mas BH, klo isu yg baik tak kan mengalahkan isu jahat/korupsi spt Gayus yg dpt hadiah menginap gratis 20 th di htl prodeo.Smg Komedikus Erektus laris manis. Spt yg di Gramedia Pondok Indah Jaksel......banyak yg ngintip isinya (terlihat dari bungkus plastiknya yg mengelupas lebih dari 5 buku). Catatan dibuat 22-12-10." (Bakhuri Jamaluddin, Tangerang : Rabu, 22/12/2010 :21.30.05-via Facebook).
  • “Semoga otakku sesuai standar Sarlito agar segera tertawa ! “ (Bakhuri Jamaluddin, Tangerang : Rabu, 22/12/2010 :14.50.05).
  • “Siang ini aku mau beli buku utk kado istri yg ber-Hari Ibu, eh ketemu buku Bambang Haryanto Dagelan Rep Kacau Balau, tp baru baca hlm 203, sukses utk Anda ! (Bakhuri Jamaluddin, Tangerang : Rabu, 22/12/2010 :14.22.28).
  • “Buku Komedikus Erektusnya sdh aku terima. Keren, mantabz, smg sukses…Insya Allah, suatu saat kita bisa bersama lg di karya yang lain.” (Harris Cinnamon, Jakarta : 15 Desember 2010 : 20.26.46).
  • “Pak Bambang. Saya sudah baca bukunya: luar biasa sekali !!! Saya tidak bisa bayangkan bagaimana kelanjutannya kalau masuk ke camp humor saya ? “ (Danny Septriadi,kolektor buku humor dan kartun manca negara, Jakarta, 11 Desember 2010, 09.25, via email).
  • “Mas, walau sdh tahu berita dari email, hari ini aq beli & baca buku Komedikus Erektus d Gramedia Solo. Selamat, mas ! Turut bangga, smoga ketularan nulis buku. Thx”. (Basnendar Heriprilosadoso, Solo, 9 Desember 2010 : 15.28.41).
  • Terima Kasih Untuk Atensi Anda

    Powered by Blogger
    and Blogger Templates