Saturday, January 23, 2010 

Australia Terbuka, Asma dan Otak Reptil Suporter Kita



Oleh : Bambang Haryanto
Email : humorliner (at) yahoo.com


Malang benar Maria Sharapova.

Petenis cantik berkaki menawan ini harus tergusur di babak awal turnamen tenis Australia Terbuka 2010. Padahal ia termasuk unggulan.

Citranya jeblok lagi saat ia dijuluki sebagai petenis dengan pakaian terburuk. Keponakan saya, Yudha Arditya, petenis kelas kabupaten, menyebut pakaian ungunya Maria Sharapova itu sebagai, “mirip reog.” Saya menyebut roknya yang penuh rimpel itu sebagai gorden.

Bagi saya, Australia Terbuka mudah mengingatkan kenangan terhadap satu humor cerdas. Itu terjadi saat semifinal 1988, Pat Cash (Australia) melawan petenis Ivan Lendl (Czech, alias dari Ceko). Seorang suporter dari kubu tuan rumah memajang spanduk unik. Tulisannya berbunyi :

”Cash Is Better Than Check !”

Tetapi 2-3 tahun belakangan ini, bagi saya bintang Australia Terbuka adalah selalu Vijay Amritaj. Memang ia tak lagi mengayun tenis. Tetapi pria India yang juga petenis andal di masa lalu, dengan tubuh setinggi 193 cm itu, tampil sebagai komentator yang menawan di televisi Star Sports.

Saat kamera menyorot wajah cemas ibunya petenis Rusia Elena Dimentieva yang saat itu terdesak berat oleh permainan taktis Justin Henin (Belgia) yang memegang setir dari baseline, terdengar suara simpatik Vijay :

”Be a cool, mom. Be a cool.”
Ungkapan yang membuat kita tersenyum.

Asma dan asmara. Vijay Amritaj, kelahiran Chenai 14 Desember 1953, masuk radar perhatian saya gara-gara asma. Itu terjadi di bulan Januari 2006. Saat itu saya sedang meluncurkan blog ANEZ : Asthmatics New Environment Zone. Blog mengenai penyakit asma. Juga asmara.

Saya tulis, terkisah bahwa Vijay sukses mengatasi asma yang ia derita. Dalam acara bincang-bincang dengan dokter spesialis pernafasan, Dr. Raj B. Singh (yang menjabat sebagai tokoh kunci Asthma Foundation of India/AFI dan anggota komite eksekutif Global Initiative for Asthma/GINA), pahlawan tenis India itu menceritakan sejarah perjuangannya melawan asma.

“Asma dapat diatasi dengan olah raga. Pengobatan hanya akan membuat kita kecanduan. Olah raga adalah intinya.”

Vijay berkisah, ia pernah harus tidak masuk sekolah dalam waktu lama akibat sakit asma. Ternyata kemudian ia mampu mengatasi masalah kesehatannya tersebut, dengan menunjuk jasa sang ibu.

“Ibu yang menyuruh saya untuk olah raga lari”, dan disinilah ia menemukan jalan menuju kesembuhan. Dari aktivitas mencebur ke kolam renang setelah melakukan jogging, ia membangun stamina tubuhnya agar kuat berlari sejauh 10 km setiap pagi.

“Tidak ada yang mampu menandingi manfaat berlari bagi peningkatan kinerja paru-paru kita’

Vijay berkata bahwa ketika anak-anak dalam usia awal, “Anda dapat menanamkan keyakinan kepada mereka mengenai manfaat olahraga lari.” Ia merujuk kepada kegiatan jogging yang dapat dilakukan oleh segenap anggota keluarga.

Selain meningkatkan kesehatan, “Anda dapat lebih punya banyak waktu untuk berkumpul bersama keluarga” Kata Vijay, “keluarga kami banyak melakukan olahraga lari ketika anak-anak masih kecil”

Terima kasih, Vijay.

Kembali ke Australia, harapan saya, semoga penampilan Vijay itu dapat ikut mempersejuk hubungan antara Australia dan India yang menegang akhir-akhir ini. Melalui siaran BBC saya mengikuti peristiwa tahun baru 2008 lalu saat warga India tewas ditusuk, dan hal itu baru saja terulang pada tahun 2010 ini. Sentimen ras rupanya lagi pasang naik di benua Kangguru itu.

Upaya mempersejuk hubungan itu juga dilakukan oleh musikus Hollywood kelahiran India, A. Rahman. Komposisinya, Jai Ho, yang ikut mengantar film Slumdog Millionaire meraih Oscar, baru saja melakukan konser gratis di Sydney. Ketika kekerasan datang, sentuhan kebudayaan harus datang menyapa.

Oleh karena itu menjadi tidak aneh bila produk kebudayaan itu, sebut saja nyanyian, juga menggema di medan pertempuran, yaitu dalam kancah olah raga. Tetapi tentu saja bukan nyanyian berupa agitasi kerdil dan idiot, yang muncrat deras dari otak reptil mereka yang mengaku menyukai olah raga. Misalnya berupa ucapan “bunuh saja, bunuh saja,” yang selalu disuarakan para suporter sepakbola dalam arena pertandingan sepakbola domestik kita.

Kembali ke arena tenis Australia Terbuka.

Yang pasti, hancur sudah Kim Clijsters. Come back-nya yang gemilang merenggut juara di AS Terbuka 2009, hancur di Melbourne. Ia kalah telak 0-6,1-6, di tangan Nadia Petrova.

Tetapi sungguh hebat si “badut Siprus” Marcos Baghdatis. Lawannya David Ferrer (Spanyol) yang sudah unggul 2-0, akhirnya harus takluk dengan 2-3. Pemain veteran kita, Yayuk Basuki yang berpasangan dengan Kimiko Date Krum, juga pupus di babak awal.

Hari-hari ini saya belum membaca ulasan di surat kabar. Tetapi dunia tenis Indonesia rasanya harus meratapi kehilangan kolumnis tenis ternama kita, Benny Mailili, yang meninggal dunia beberapa waktu lalu.

Di Australia, Maria Sharapova, hancur. Juga Kim Clijsters dan David Ferrer. Dalam olah raga selalu ada drama : kalah atau menang. Tetapi di luar arena, saya mencatat adegan mengesankan. Seusai menang, favorit Roger Federer khusus mengucapkan salam untuk Pangeran William dari Inggris yang khusus menonton pertandingannya. “Selamat datang di dunia tenis,” kata ayah dari anak kembar dari Swiss itu yang memancing tepuk tangan pengunjung di Rod Laver Arena.

Menang.
Kalah.
Bagaimana Anda memaknainya ?

Seorang penyanyi asal Kanada, Joni Mitchell, dalam lagunya berjudul ‘Both Sides Now’ (1967) mengatakan : “Aku kini memandang kehidupan dari kedua sisi itu ; dari sisi kemenangan dan kekalahan dan entah saja bagaimana, hidup ini merupakan ilusi, saya sungguh tidak tahu apa makna hidup yang sebenarnya.”

Terima kasih, Ms. Mitchell.

Tetapi inilah hidup saya di hari Sabtu, 23 Januari 2010 ini. Setelah mengunggah tulisan ini, lalu ke Perpustakaan Umum Wonogiri. Mem-browsing koran sejak Rabu lalu. Juga, siapa tahu bisa menemui Astrid yang cantik di sana. “Ia mirip Anez.”

Sore menonton lagi Australia Terbuka.
Malamnya nonton Liga Inggris.
Atau baca-baca lagi bukunya David McNally dan Karl D. Speak, Be Your Own Brand (2002).

Terima kasih, pembaca.
Semoga akhir pekan Anda ini membahagiakan.


Wonogiri, 23 Januari 2010

Labels: , , , , , , , ,

Sunday, January 10, 2010 

Suporter Idiot dan Membongkar Gurita, Cephalopod, Nautilus, Oktopus Sampai Ubur-Ubur Bisnis Hitam dan Korupsi Tujuh Generasi di Tubuh Sepakbola Indonesia




Oleh : Bambang Haryanto
Email : humorliner (at) yahoo.com


Hanya bermimpi? “Cahaya itu telah musnah dari kehidupan kita,” demikian sebagian pidato radio Jawaharlal Nehru (1889–1964), 30 Januari 1948. Perdana Menteri India itu tampil di depan corong radio untuk mengumumkan kabar mengenai terbunuhnya Bapak India, Mahatma Gandhi. Lanjutnya, “kini yang ada adalah kegelapan di mana-mana.”

Itulah potongan buku dari karya Richard J. Walsh, Nehru on Gandhi (1948). Nehru sendiri adalah juga seorang pengarang buku. Karyanya yang berjudul Glimpses of World History ia tulis ketika harus mendekam beberapa kali di penjara. Totalnya selama 10 tahun, dari tahun 1921 sampai 1945, sebagai resiko sebagai pejuang kemerdekaan melawan kolonial Inggris.

Tokoh terkenal lain, seperti dipajang dalam The Book of Lists (1972), yang mampu menulis ketika berada di balik jeruji adalah novelis Spanyol, Miguel de Cervantes Saavedra (1547–1616). Ia melahirkan karya terkenalnya, Don Quixote.

Karl (Friederich) May (1842-1912), penulis Jerman, merampungkan novelnya tentang kepala suku Indian Winnetou dan kehidupan west frontier Amerika yang tidak pernah ia kunjungi, juga di penjara antara tahun 1865-1874. Adolf Hitler (1889–1945), diktator Jerman itu, merampungkan karya Mein Kampf, saat ia meringkuk di penjara benteng Landsberg tahun 1923.

Cerita-cerita itu mengingatkan ujaran dari Bung Hatta bahwa jeruji penjara tidak akan mampu membelenggu pengembaraan sesuatu ide atau pikiran seseorang. Bung Hatta yang waktu mudanya suka sepakbola, tergabung dalam klub sepak bola Young Fellow. Pemainnya terdiri anak-anak Belanda dan pribumi. Klub ini pernah menjadi juara Sumatera selama tiga tahun berturut-turut semasa Hatta menjadi anggotanya.

Bung Hatta, yang dilahirkan tanggal 14 Agustus 1902 di desa Aur Tajungkang, kini jadi bagian pusat kota Bukit Tinggi, adalah gelandang tengah, sesekali dia menjadi bek, yang tangguh. Orang-orang Belanda memberinya julukan onpas seerbar, sukar diterobos begitu saja.

Kondisi di sebalik jeruji penjara sebagai wahana untuk berkontemplasi dan mengembarakan gagasan rupanya juga mengilhami salah satu tokoh PSSI kita masa kini. Ia dijebloskan sekitar 2,5 tahun di penjara karena melakukan korupsi, tetapi begitu keluar ia langsung mencanangkan cita-cita besar : Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022.

Sosialisasi impian itu antara lain pernah berwujud banner di yang terpajang di pinggir stadion Senayan. Bertuliskan : www.wcindonesia2022.com.

Bagi awam, alamat situs seperti itu mudah memancing kesalahfahaman berskala internasional. Ketika saya cek di Oxford Reference Shelf (CD-ROM), huruf “wc” itu dimaknai sebagai : watch committee, water closet, water cock, without charge. Sedang huruf “WC” selain disebut sebagai nomor polisi di Inggris untuk kota Chelmsford, juga berarti war cabinet, war council, water closet.

Bagi kita yang awam, situs itu mudah dikonotasikan sedang memromosikan Indonesia sebagai water closet-nya Piala Dunia di tahun itu pula. Tempat kencing dan beraknya para pemain sepakbola kelas dunia ? Atau, bila saja Piala Dunia 2022 itu bisa berlangsung di Indonesia, maka boleh jadi prestasi tim sepakbola kita juga hanya sekelas derajat keberadaan fasilitas sekelas water closet juga.

Tanda-tanda ke arah itu, bukankah bau water closet tersebut, apalagi yang ada di gedung-gedung kantor pemerintah dan fasilitas umum di Indonesia, kini sedang kita nikmati aromanya bersama-sama ?

Di SEA Games Laos 2009, kita kalah dari tuan rumah. Lalu dicukur oleh Birma. Dalam penyisihan Piala Asia 2011, kita pun tersingkir. Bermain di kandang, Ponaryo Astaman dan kawan-kawan nampak ibarat pemain anak bawang yang kehilangan akal, hanya frustrasi, ketika benar-benar kesulitan merebut bola dari lawan sepanjang permainan.

Bahkan akhirnya, seorang suporter idiot menambah keruh konstelasi pertandingan. Ia nyerobot masuk lapangan,menggiring bola, tetapi juga tetap gagal menceploskan gawang ke kubu Oman. Media-media massa kita yang juga ketularan wabah idiot justru mengglorifikasikan ulah bodoh semacam itu sebagai perbuatan hero.Katanya, ulah itu sebagai koreksi bagi PSSI dalam pengelolaan sepakbola Indonesia.

Seribu suporter idiot semacam dia pun bukan solusi yang dibutuhkan untuk kebangkitan sepakbola Indonesia. Malahan, kuat kecurigaan bahwa ulah suporter bebal tersebut hanyalah trik, yang selama ini laku keras di Indonesia sejak era Orde Baru.

Ulah murahan darinya itu semata sebagai misdirection, pengalih isu, atas kegagalan Bambang Pamungkas, Boaz Solossa dan kawan-kawan itu. Plus, tentu saja, kegagalan besar Benny Dolo, Chandra Solekan, Andidarusalam Tabusala sampai Nurdin Halid pula.

Itu nampak dari fokus media massa kita yang mencaplok mentah-mentah aksi sebiji suporter yang berulah itu. Bila kita mendapat sanksi dari FIFA, maka kegagalan demi kegagalan dari Nurdin Halid dan rezimnya selama ini segera mampu tak terlihat menonjol di balik kabut ulah bebal suporter bersangkutan.


Demo ke KPK ! Suporter Indonesia, gunakan harta berharga titipan Tuhan yang demokratis itu, yang ada di antara kedua telinga Anda. Cari dan temukan solusi yang lebih cerdas bila Anda ingin secara serius dan tulus dalam memajukan dunia sepakbola Indonesia.

Saya ingin memberikan satu iuran gagasan : silakan beramai-ramai berdemo ke kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kuningan itu.

Desak agar Pak Bibit Samad Rianto, Pak Chandra Hamzah dan koleganya, untuk segera melakukan aksi penyadapan massal terhadap para pelaku industri sepakbola Indonesia. Termasuk para juru propagandanya yang suka menulis dan tampil di layar kaca dengan sering menghambur-hamburkan kata-kata hiperbola dalam memoles citra pertandingan sepakbola kita.

Lalu, tayangkan di televisi.
Dan terutama pada beragam media sosial di Internet.

Lalu desak pula Depkumham untuk membangun fasilitas penjara-penjara baru khusus untuk insan-insan pelaku industri sepakbola itu.

Dari hasil rekaman itu kita berpeluang mengetahui kebobrokan paling dalam dan paling masif dalam dunia sepakbola kita.

Walau saya yakin dan bercampur kuatir, wartawan sepakbola Indonesia tak akan ada yang mampu menuliskannya, siapa tahu momen dahsyat itu akan menggugah penulisan banyak buku.

Misalnya berjudul : Membongkar Gurita, Cephalopod, Nautilus, Oktopus Sampai Ubur-Ubur Bisnis Hitam dan Korupsi Tujuh Generasi di Tubuh Sepakbola Indonesia.

Siapa tahu pula, meminjam kembali kata-kata Nehru, saat itu cahaya yang telah lama musnah dari kehidupan sepakbola kita akan kembali. Suporter sepakbola Indonesia, never give up the dreams. Jangan berhenti bermimpi dalam ikut terus memajukan sepakbola Indonesia.


Wonogiri, 10 Januari 2010

si

Labels: , , , , , , , , , , , ,

"All that I know most surely about morality and obligations I owe to football"



(Albert Camus, 1913-1960)

Salam Kenal Dari Saya


Image hosted by Photobucket.com

Bambang Haryanto



("A lone wolf who loves to blog, to dream and to joke about his imperfect life")

Genre Baru Humor Indonesia

Komedikus Erektus : Dagelan Republik Semangkin Kacau Balau, Buku humor politik karya Bambang Haryanto, terbit 2012. Judul buku : Komedikus Erektus : Dagelan Republik Semangkin Kacau Balau! Pengarang : Bambang Haryanto. Format : 13 x 20,5 cm. ISBN : 978-602-97648-6-4. Jumlah halaman : 219. Harga : Rp 39.000,- Soft cover. Terbit : Februari 2012. Kategori : Humor Politik.

Judul buku : Komedikus Erektus : Dagelan Republik Kacau Balau ! Format: 13 x 20,5 cm. ISBN : 978-602-96413-7-0. Halaman: xxxii + 205. Harga : Rp 39.000,- Soft cover. Terbit : 24 November 2010. Kategori : Humor Politik.

Komentar Dari Pasar

  • “HAHAHA…bukumu apik tenan, mas. Oia, bukumu tak beli 8 buat gift pembicara dan doorprize :-D.” (Widiaji Indonesia, Yogyakarta, 3 Desember 2010 : 21.13.48).
  • “Mas, buku Komedikus Erektus mas Bambang ternyata dijual di TB Gramedia Bogor dgn Rp. 39.000. Saya tahu sekarang saat ngantar Gladys beli buku di Bogor. Salam. Happy. “ (Broto Happy W, Bogor : Kamis, 23/12/2010 : 16.59.35).
  • "Mas BH, klo isu yg baik tak kan mengalahkan isu jahat/korupsi spt Gayus yg dpt hadiah menginap gratis 20 th di htl prodeo.Smg Komedikus Erektus laris manis. Spt yg di Gramedia Pondok Indah Jaksel......banyak yg ngintip isinya (terlihat dari bungkus plastiknya yg mengelupas lebih dari 5 buku). Catatan dibuat 22-12-10." (Bakhuri Jamaluddin, Tangerang : Rabu, 22/12/2010 :21.30.05-via Facebook).
  • “Semoga otakku sesuai standar Sarlito agar segera tertawa ! “ (Bakhuri Jamaluddin, Tangerang : Rabu, 22/12/2010 :14.50.05).
  • “Siang ini aku mau beli buku utk kado istri yg ber-Hari Ibu, eh ketemu buku Bambang Haryanto Dagelan Rep Kacau Balau, tp baru baca hlm 203, sukses utk Anda ! (Bakhuri Jamaluddin, Tangerang : Rabu, 22/12/2010 :14.22.28).
  • “Buku Komedikus Erektusnya sdh aku terima. Keren, mantabz, smg sukses…Insya Allah, suatu saat kita bisa bersama lg di karya yang lain.” (Harris Cinnamon, Jakarta : 15 Desember 2010 : 20.26.46).
  • “Pak Bambang. Saya sudah baca bukunya: luar biasa sekali !!! Saya tidak bisa bayangkan bagaimana kelanjutannya kalau masuk ke camp humor saya ? “ (Danny Septriadi,kolektor buku humor dan kartun manca negara, Jakarta, 11 Desember 2010, 09.25, via email).
  • “Mas, walau sdh tahu berita dari email, hari ini aq beli & baca buku Komedikus Erektus d Gramedia Solo. Selamat, mas ! Turut bangga, smoga ketularan nulis buku. Thx”. (Basnendar Heriprilosadoso, Solo, 9 Desember 2010 : 15.28.41).
  • Terima Kasih Untuk Atensi Anda

    Powered by Blogger
    and Blogger Templates