« Home | PSSI, Sanksi FIFA dan Revolusi Mengubah DuniaOleh ... » | Akhir Dari Hari-Hari Sepakbola Indonesia Mati !Ole... » | AFF 2010,Chappy Hakim dan Budaya Korupsi KitaOleh ... » | 2004 : Garuda Mencakar Malaysia. Kini Juga Bisa ?O... » | Suporter Beo,Budaya Korupsi dan Opini di BBC Siara... » | Pasoepati 2000, 2010 dan 2.0.Oleh : Bambang Haryan... » | Piala Dunia 2010, Ajaibnya Paul dan Hari Suporter ... » | Ora Nonton Piala Dunia, Ora Pateken ! Oleh : Bamba... » | Suporter 2.0, Piala Dunia dan Budaya Korupsi KitaO... » | Esquire, Yahoo ! dan Piala Dunia 2010Oleh : Bamban... » 

Saturday, April 23, 2011 

Suporter 3.0 dan Pengelolaan Sepakbola Berbasis Investasi Rakyat



Oleh : Bambang Haryanto
Email : humorliner (at) yahoo.com


Pengantar : Sepakbola tanpa suporter adalah omong kosong. Kredo terkenal ini telah saya lontarkan ketika terjun dalam tahap wawancara final kontes The Power of Dreams Contest 2002 yang diadakan oleh Honda Prospect Motor Indonesia di Jakarta.

Tesis saya, di stadion yang bermain kini bukan hanya para pemain sepakbola. Tetapi juga para suporter yang tidak lagi hanya duduk manis (Suporter 1.0), melainkan tampil kolosal sebagai aktor hiburan dengan nyanyi dan koreografi sebagai bagian dari pemanggungan teater sepakbola (Suporter 2.0).

Kini di era Internet, suporter bisa berperan lebih jauh : sebagai pemilik klub. Suporter 3.0.Saya pernah mendengar berita tentang hal itu dari BBC. Kebetulan, harian Kompas (19/4/2011) menyajikan artikel menarik. Bukan tentang suporter dan sepakbola, tetapi mengenai energi.

Artikel berjudul "Solusi Kerakyatan untuk Energi Baru" yang ditulis oleh Puthut Indroyono, peneliti di Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gajah Mada Yogyakarta,saya pajang di blog ini.

Semoga gagasan tersebut berguna sebagai upaya kita dalam mendiskusikan peluang, kiat atau strategi serupa, untuk diterapkan bagi bakti kita sebagai suporter yang terkait dengan pengelolaan sepakbola kita di masa-masa mendatang.

Selamat menyimaknya.
(BH).


Harus diakui, pendekatan demokratis tak pernah jadi pilihan utama dalam kebijakan energi kita dalam tiga dekade terakhir. Kalaupun ada, porsinya minimal dan hanya memberi kesan populis. Demikian pula dalam pengembangan energi terbarukan.

Di negeri dengan masyarakat lebih individualistis, program energi baru berbasis kepemilikan kolektif dan negara dapat berkembang pesat. Model sentralistis berbasis pasar kian ditinggalkan karena energi adalah soal negara dan rakyatnya, bukan semata-mata pasar.

Partisipasi rakyat

Alaska Permanent Fund adalah cerita sukses legislasi yang menempatkan partisipasi rakyat dalam produksi energi di AS, khususnya Alaska. Di negara bagian itu setiap warga negara mendapat dividen tahunan dari ”BUMN” sejak tiga dekade lalu.

Pendekatan kepemilikan kolektif jadi magnitudo dan kecenderungan baru dalam investasi energi terbarukan. Praktik monopoli dan oligopoli negara dan swasta seakan-akan dianggap sebagai sumber krisis energi laten sekaligus krisis lingkungan.

Sebagai gantinya adalah pengelolaan energi berbasis investasi rakyat. Partisipasi rakyat tak sebatas konsumsi. Juga pada produksi, distribusi, dan penguasaan faktor produksi. Rakyat didorong berpartisipasi pada aspek material (bahan baku, peralatan, teknologi, modal finansial, dan tenaga kerja), intelektual (keahlian), serta institusional (modal sosial).

Hasilnya, mereka berbondong-bondong beli saham energi, menyetor ”simpanan wajib atau sukarela”, membolehkan tanahnya sebagai tempat pembangkit atau sekadar dilewati transmisi listrik. Mereka mendukung program itu sebab kontribusi sekecil apa pun diperhitungkan dalam biaya ataupun laba.

Pendeknya, pemain energi terbarukan makin diperluas. Denmark merupakan negara paling sukses: menyumbang 20 persen untuk pasokan energi baru saat ini. Di Inggris ada ”energy4all”, koperasi energi angin yang melibatkan banyak anggota kope- rasi, pengembang lokal, dan pusat studi energi.

Makin banyak orang terlibat, makin demokratislah sistem pemasokan energi. Penjual energi dapat laba wajar, pemilik tanah dapat sewa, rakyat dapat tambahan fasilitas, penduduk lokal dapat bekerja, pemerintah dapat pajak, dan konsumen berdaya menentukan harga energi. Banyak studi menyimpulkan keunggulan model ini.

Pertama, metode ini membuka kesempatan kepada rakyat merevitalisasi proyek macet pada masa lampau yang ditinggalkan pemerintah atau investor karena tak menguntungkan. Di Indonesia banyak proyek energi baru terbengkalai. Pertamina, PT RNI, dan PGN harus ”menyumbang” Rp 10 miliar untuk proyek biodiesel bagi program Desa Mandiri Energi di Grobogan. Petani dimobilisasi melalui kelompok tani dan diposisikan sebagai pemasok bahan baku, bukan pada kemanfaatan energi baru kini dan masa depan.

Lain cerita apabila mereka diberi kesempatan jadi pemilik proyek biodiesel lewat skema yang disepakati seperti saham atau koperasi. Dalam kasus Grobogan, ”proyek gagal” itu kemudian diambil perusahaan yang justru memanfaatkan biji jarak untuk produk lain atau diekspor. Alasan gagal program: harga jual bahan baku menjadi tak relevan.

Kedua, meluasnya partisipasi rakyat dapat meningkatkan investasi energi terbarukan. Meski tingkat pengembalian modal lebih rendah, di banyak negara hal itu tak menyurutkan semangat masyarakat berinvestasi. Kita masih ingat, investasi produk strategis bangsa justru diberi kepada pemodal asing.

Ketiga, muncul kesadaran masyarakat, energi adalah persoalan mereka sehingga berkepentingan menjaga kesinambungan: murah dan bersih secara lingkungan.

Tentu masih banyak dampak positif kepemilikan yang mendorong kesadaran dan kesejahteraan rakyat, seperti laba yang terdistribusi, biaya transmisi murah karena pembangkitnya juga terdistribusi. Dukungan publik kepada pemerintah meningkat.

Tak mudah

Tak mudah, tetapi pada masa lalu kita memiliki tingkat swadaya tinggi pada kepemilikan kolektif. Jika potensi besar itu dikembangkan, tak mustahil pada masa depan di banyak desa akan ada perusahaan listrik desa yang berfungsi seperti PLN. Pemegang sahamnya pemerintah, investor lokal, pusat studi, masyarakat setempat, koperasi, kelompok tani, dan kelompok perempuan.

Peraih Nobel Ekonomi 2009, Elinor Ostrom, menolak keras bahwa pengelolaan common property selalu buruk dan perlu diambil alih negara atau diprivatisasi. Baginya semuanya sama- sama tak lebih baik daripada yang lain berdasarkan teori standar. Dengan keseriusan semua pihak, energi kolektif rakyat dapat jadi sarana peningkatan kedaulatan energi terbarukan.


Sumber : http://cetak.kompas.com/read/2011/04/19/04512529/solusi.kerakyatan.untuk.energi.baru


Wonogiri, 23/4/2011

Labels: , , , , , , , ,

"All that I know most surely about morality and obligations I owe to football"



(Albert Camus, 1913-1960)

Salam Kenal Dari Saya


Image hosted by Photobucket.com

Bambang Haryanto



("A lone wolf who loves to blog, to dream and to joke about his imperfect life")

Genre Baru Humor Indonesia

Komedikus Erektus : Dagelan Republik Semangkin Kacau Balau, Buku humor politik karya Bambang Haryanto, terbit 2012. Judul buku : Komedikus Erektus : Dagelan Republik Semangkin Kacau Balau! Pengarang : Bambang Haryanto. Format : 13 x 20,5 cm. ISBN : 978-602-97648-6-4. Jumlah halaman : 219. Harga : Rp 39.000,- Soft cover. Terbit : Februari 2012. Kategori : Humor Politik.

Judul buku : Komedikus Erektus : Dagelan Republik Kacau Balau ! Format: 13 x 20,5 cm. ISBN : 978-602-96413-7-0. Halaman: xxxii + 205. Harga : Rp 39.000,- Soft cover. Terbit : 24 November 2010. Kategori : Humor Politik.

Komentar Dari Pasar

  • “HAHAHA…bukumu apik tenan, mas. Oia, bukumu tak beli 8 buat gift pembicara dan doorprize :-D.” (Widiaji Indonesia, Yogyakarta, 3 Desember 2010 : 21.13.48).
  • “Mas, buku Komedikus Erektus mas Bambang ternyata dijual di TB Gramedia Bogor dgn Rp. 39.000. Saya tahu sekarang saat ngantar Gladys beli buku di Bogor. Salam. Happy. “ (Broto Happy W, Bogor : Kamis, 23/12/2010 : 16.59.35).
  • "Mas BH, klo isu yg baik tak kan mengalahkan isu jahat/korupsi spt Gayus yg dpt hadiah menginap gratis 20 th di htl prodeo.Smg Komedikus Erektus laris manis. Spt yg di Gramedia Pondok Indah Jaksel......banyak yg ngintip isinya (terlihat dari bungkus plastiknya yg mengelupas lebih dari 5 buku). Catatan dibuat 22-12-10." (Bakhuri Jamaluddin, Tangerang : Rabu, 22/12/2010 :21.30.05-via Facebook).
  • “Semoga otakku sesuai standar Sarlito agar segera tertawa ! “ (Bakhuri Jamaluddin, Tangerang : Rabu, 22/12/2010 :14.50.05).
  • “Siang ini aku mau beli buku utk kado istri yg ber-Hari Ibu, eh ketemu buku Bambang Haryanto Dagelan Rep Kacau Balau, tp baru baca hlm 203, sukses utk Anda ! (Bakhuri Jamaluddin, Tangerang : Rabu, 22/12/2010 :14.22.28).
  • “Buku Komedikus Erektusnya sdh aku terima. Keren, mantabz, smg sukses…Insya Allah, suatu saat kita bisa bersama lg di karya yang lain.” (Harris Cinnamon, Jakarta : 15 Desember 2010 : 20.26.46).
  • “Pak Bambang. Saya sudah baca bukunya: luar biasa sekali !!! Saya tidak bisa bayangkan bagaimana kelanjutannya kalau masuk ke camp humor saya ? “ (Danny Septriadi,kolektor buku humor dan kartun manca negara, Jakarta, 11 Desember 2010, 09.25, via email).
  • “Mas, walau sdh tahu berita dari email, hari ini aq beli & baca buku Komedikus Erektus d Gramedia Solo. Selamat, mas ! Turut bangga, smoga ketularan nulis buku. Thx”. (Basnendar Heriprilosadoso, Solo, 9 Desember 2010 : 15.28.41).
  • Terima Kasih Untuk Atensi Anda

    Powered by Blogger
    and Blogger Templates